Ada Cerita di Balik Hujan
Cerita
Dibalik Hujan
“Hujan itu indah. Kala hujan turun...,
itulah suasana paling romantis. Dan hujan adalah suasana paling romantis, baru
setelah itu...”
Sebelum perkataan temannya itu selesai,
dengan cepat dia memotong kalimatnya. “Aku tidak suka hujan.” Begitulah dia memotong
perkataannya. “Hujan telah membuat langit menggelap. Begitu gelap, dan membentuk
langit begitu menyedihkan. Dan karena hujan pula, senja yang biasa tertawan di
ufuk barat itu lenyap. Hujan telah mengacaukan semuanya dan segalanya. Tentu juga
mengacaukan indahnya senja yang biasa menampakkan dirinya berwarna
keemas-emasan itu” Dia katakan kekesalannya, dan juga kepada hujan tentunya.
“Aku tidak suka hujan. Aku suka senja.”
“Aku suka senja,...” Dia katakan lagi
padanya.
“Senja itu indah dan tentu saja juga
romantis. Aku telah dibuat jatuh hati padanya. Karena nuansa senja
mempertemukan terang dan gelap, dan membentuk langit berwarna keemas-emasan.
Dan aku sangat suka memandangnya sebagai keindahan. Tentu memandang keindahan
itu adalah senja, bukan hujan. Apalagi melihat senja bersama orang yang kita
kasihi. Dan itulah yang aku impikan” Dan disambung dengan kalimat, “Melihat senja
bersama seorang pacar”
“Jika kelak aku punyai kekasih hati, aku
ingin mengajaknya melihat senja yang tertawan indah di atas lautan lepas
selat Madura.” Sambil dia mengenang bekas kekasih hatinya. 2 tahun yang lampau.
“Disana, senja akan memanjang dan
melintang di lautan tenang, dan pastinya akan berwarna keemas-emasan. Juga akan
nampak pula di belahan langit lainnya kepakan burung-burung berterbangan bebas.
Sementara dari kejauhan, kita akan tangkapi pemandangan perahu layar merayapi
cakrawala dan melintasi matahari yang sedang terbenam. Dan kita akan
bermesraan di bawahnya, di bawah senja, dengan ciuman penuh berahi,
dan menjadikan kita sebagai siluet yang remang. Akh, begitu romantis.”
Ucapnya.
“Aku suka senja, bukan hujan. Dan aku
benci hujan.”
“Ah… Kau ini Rama, masih saja suka menyalahkan
hujan” Begitulah temannya, Laras, berucap terhadap kekesalannya pada hujan.
****
EMPAT TAHUN KEMUDIAN.
Suara guntur meraung keras di
dinding-dinding lembah, dengan kilatnya menyambar dari balik hujan. Lebat hujan
itu, dan membuat segalanya menjadi basah. Begitu juga dengan pohon Cemara di
depan Losmen yang sebelumnya tampak layu kini berubah segar, penuh gairah dan
daya hidup. Sedangkan dari balik luar Losmen sepasang pemuda-pemudi telah
tuntaskan aktivitasnya.
“Aku suka dengan suasana hujan. Hujan
memberiku kesejukan dan kedamaian. Dan untuk kita, hujan memberikan
kehangatan.” Kata Rama sambil menyulut rokoknya dengan tubuh yang penuh dengan
keringat.
“Aku tidak suka hujan. Ia telah
menggagalkan jadwalku untuk bertemu dengannya.”
“Ah… Kau ini Laras, masih saja suka
menyalahkan hujan. Berbeda dengan Laras yang dulu aku kenal. Kurang lebih sudah
empat tahun kita berpisah, dan sekarang kau masih saja menyalahkan hujan.”
“Memang kenyataannya seperti itu Rama.
Hujan telah menggagalkan pertemuanku dengannya. Seharusnya sekarang aku bisa
mendapatkan uang 600 ribu, tetapi itu gagal gara-gara hujan. Padahal si Tua itu
sudah menagih uang kontrakan, sedangkan si Minah di kampung tadi malam nelpon
kalau Raja sedang sakit. Dan minggu depan sudah waktunya Ega masuk sekolah,
belum juga ada uang untuk membeli peralatan sekolah.”
“Ya enggak harus menyalahkan hujan dong
Laras. Hujan itu hanya mengikuti perintah Sang Pencipta. Kalau Tuhan sudah
berkata jadilah maka jadilah. Kira-kira seperti itulah ajaran orang tuaku dulu
sewaktu aku masih rajin mengaji.”
“Hmmm… Masih sempat kau bawa ajaran
agama di atas kasur ini Rama?”
“Laras, coba kau dengar suara gemercik
air di luar. Itu adalah nyanyian bahagia para perindu yang telah menemukan
kekasihnya setelah terpisah sangat jauh. Satu butiran hujan yang menetes ke
tanah serupa dengan pertemuan sepasang kekasih yang telah terpisah jauhnya
jarak dan lamanya waktu. Serupa dengan pertemuan Adam dan Hawa, dan juga kita,
Laras.
“Aku benci hujan.” Laras menaikkan
selimut dan memunggungi Rama yang masih dengan kepulan asap rokok.
“Padahal suasana hujan adalah suasana
paling romantis, baru setelah itu suasana senja. Bukankah begitu Laras?”
Tidak ada jawaban dari Laras. Ia telah
tertidur. Mungkin ia kecapekan karena mendengar bualan Rama. Mungkin juga ia
kecapekan setelah berhubungan badan dengan Rama. Tetapi yang jelas kini ia
sedang bermimpi, entah mimpi apa, hanya ia yang tahu. Kemudian Rama mencoba
mengingat kejadian 4 tahun yang lalu, ketika ia masih membenci hujan. Kala itu
laras bilang “Hujan itu indah. Kala hujan turun ke bumi, itulah suasana paling
romantis. Dan hujan adalah suasana paling romantis, baru setelah itu suasana
senja ”. “Akh.. Manusia memang cepat berubah,..” Ungkap Rama dengan kesal.
“....Bukankah dahulu, ia yang bilang bahwa ketika hujan turun, itulah suasana
paling romantis?”
****
Rokok itu sebenarnya masih panjang, dan
masih ada sekian menit untuk menghabiskannya. Tetapi Rama telah mematikan rokok
itu, dan menuruh putungnya di asbak.
Kemudian Rama menoleh kepada Laras yang telah memunggunginya. Dan Rama bergerak
menuju tubuh Laras, memeluknya dari belakang, dan tepat di telinga Laras, Rama
berbisik pelan; “Aku suka hujan”
Sebenarnya Laras muak yang semenjak tadi
mendengar celotehan dan bualan Rama. Kemudian Laras membaliknya badannya
kehadapan Rama, dan dengan kesalnya Laras berkata keras dan tegas, “Kau sudah
cabul sejak dalam pikiran, Rama!”
****
Terilhami dari cerita pendek: Laras dan keluh kesahnya.
Comments
Post a Comment