HMI, Alasan Mengapa Aku Menjadi Bagian darinya
Jika tulisan ini diawali dengan sedikit kejujuran, sebenarnya saya tak pernah
menyangka bisa masuk HMI setelah empat tahun bertahan, tentu dengan alasan yang logis, seperti teman-teman LK 1 saat ditanya mengapa masuk HMI, dijawab dengan alasan yang penuh ideologis, agamis dan nasionalis. Apalagi, setelah empat tahun lebih berkecimpung di dalamnya, saya juga tidak pernah menyangka akan sampai kepikiran
aktif bertahun-tahun di HMI, dan bahkan sempat menjadi bagian pengurus di organisasi pengkaderan dan perjungan ini. Baik itu di tingkat Komisariat dan Cabang.
Bukan apa, sependek pengetahuanku, organi-sasi himpunan ini adalah wadah mendidik mahasiswa Islam jadi cendikiwan muslim, dan kelak akan dilanjutkan memperjungankan misi kemasyarakatan. Alumnusnya telah banyak jadi pemuka di berbagai bidang bagi bangsa Indonesia dan umat Islam. Dengan melihat dari setahuku tersebut, saya merasa tidak punya andil kepantasan untuk masuk jadi bagiannya dan bahkan bertahan di sana, kala itu.
Bukan apa, sependek pengetahuanku, organi-sasi himpunan ini adalah wadah mendidik mahasiswa Islam jadi cendikiwan muslim, dan kelak akan dilanjutkan memperjungankan misi kemasyarakatan. Alumnusnya telah banyak jadi pemuka di berbagai bidang bagi bangsa Indonesia dan umat Islam. Dengan melihat dari setahuku tersebut, saya merasa tidak punya andil kepantasan untuk masuk jadi bagiannya dan bahkan bertahan di sana, kala itu.
Jauh sebelum saya memutuskan jadi bagian di HMI, saya teringat saat awal saya berkeinginan masuk, atau lebih tepatnya dipaksa masuk organisasi ini oleh kakak sepupu. Kami hanya terpaut beberapa tahun dan kuliahnya satu angkatan,
2012. Dia kuliah di Yogyakarta juga, UIN Sunan Kalijaga. Sedang saya di UII.
Begini ceritanya:
Tengah
malam saat dia datang bermain ke Kos, di Kaliurang KM 14. Waktu itu kita
masih semester 2. Dia datang berbocengan dengan kawanku waktu di
Pondok, Yayan. Setelah banyak berbincang tentang ini dan itu sambil saya seduhkan kopi
sebagai penghangat obro-lan, dengan sedikit agak kaget dan memaksa, dia katakan: “Kamu harus masuk organisasi, Jul. Jangan jadi mahasiswa
yang cuma kuliah saja”
Mengapa saya kaget? Karena dia tahu jika saya bukan
tipikal orang yang bisa masuk dalam suatu kelompok atau komunitas yang
banyak aturan. Apalagi organisasi mahasiswa yang bersifat pergerakan. Dia juga
tahu kalau saya sukanya hal-hal yang berbau kegiatan hedonis.
Masuk
organisasi mahasiswa? Hmmm, tanya saya dalam hati. Organisasi yang ditawarkan
itu HMI, dan saat saya tanya apa kepanjangan dari singkatan itu ternyata ada
embel-embel Islamnya pula. Bukannya saya anti Islam, lho, saya sempat mondok
lama juga di Jombang dan Bangkalan, kok. Tapi, selain menimbang kedirianku yang merasa tidak pantas, saya juga memikirkan apa reaksi
teman-temanku saat mereka tahu kalau saya masuk HMI. Terutama teman-teman satu
angkatan di kampus, yang setiap harinya mengajak dan saya ajak kepada hal-hal berbau negatif.
Usut punya usut, ternyata setelah beberapa hari dari kedatangan kakak sepupuku itu, alasan mengapa kakak sepupuku itu menyuruh saya masuk organisasi, karena dia sudah lebih dulu masuk organisasi. Tapi bukan HMI, melainkan PMII. Jadi cara dia beretorika dan mengajakku masuk organisasi, sepertinya, masih terbawa dari pelatihan kader yang ia ikuti seminggu yang lalu, yang sok idealis dan nasionalis tentang mengapa saya sebagai mahasiswa, katanya, harus ikut andil dan masuk organisasi.
Sebenarnya, dari sedikit kejujuran terhadap keber-HMI-anku, dengan
terpaksa dan berat hatinya saya harus mengikuti perintah darinya dengan beberapa alasan.
Satu, karena dia lebih tua dari saya. Kedua, orang tuaku sudah
menitipkan dan menyuruh kakak sepupuku itu untuk menjaga saya dan menuruti apa yang dia katakan. Karena, toh, meski sedikit daplek, tapi saya dari dulu, dan itu memang ajaran dari keluarga, saya tidak boleh
menentang saudara yang lebih tua dan orang tua.
Meski sejak semester 2 saya sudah disuruh masuk HMI, tapi kesempatan saya menjadi bagian darinya, yakni kader HMI, baru ketika semester 3 akhir, sekitar bulan November 2013 kalau tidak salah. Juga, walaupun pada awal menjadi kader HMI saya kurang begitu aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pengurus Komisariat.
Tapi kenyataannya, berkat pengalaman di organisasi terhimpun dari berbagai golongan ini, banyak pelajaran yang saya dapatkan. Tanpa HMI, saya berani mengatakan bahwa saya tidak akan menjadi saya yang sekarang.
Akhhhh. Mungkin benarnya juga pernyataan klise yang selalu bergentayangan di HMI: saya adalah salah satu orang yang telah tersesat jalan yang benar.
Tapi kenyataannya, berkat pengalaman di organisasi terhimpun dari berbagai golongan ini, banyak pelajaran yang saya dapatkan. Tanpa HMI, saya berani mengatakan bahwa saya tidak akan menjadi saya yang sekarang.
Akhhhh. Mungkin benarnya juga pernyataan klise yang selalu bergentayangan di HMI: saya adalah salah satu orang yang telah tersesat jalan yang benar.
hahaha, yang awalnya hanya sekadar perintah/ajakan biasa, walhasil berujung pada kepengurusan cabang.
ReplyDeletemantap, pak Siroj :)
Tersesat di jalan yang benar ceritanya saya ini, Rum. Hahaha
DeleteSalam kenal semuanya
ReplyDeletejangan lupa mampir ke blog aku ya :)
banyak artikel menarik, bermanfaat dan lucu ^^
Dan jangan lupa adu keberuntungannya di Taipanpoker. org yach
http://artikeltaipanpoker.blogspot.com/2018/01/10-mitologi-asal-indonesia.html