Perkaderan HMI Dalam Teori Relativitas Albert Einstein
Salah
satu dorongan membahas judul dalam tulisan ini, selain diminta oleh Cecep Jaenuddin,
pengurus KPC YK 2017-2018, tidak lepas dari
sedikit banyaknya fenomena kader yang berkesimpulan bahwa perkaderan di tubuh
HMI tidak mampu menjawab keinginan mereka ikut dalam organisasi yang didirikan
Lafran Pane dkk ini. Tentu pemahaman seperti ini tidak dapat dikatakan memiliki
kebenaran, tapi juga tidak masalah dipertanyakan.
Meminjam
kalimat Luis O. Kattsof bahwa “filsafat tidak membuat roti”, perkaderan HMI pun
demikian. Hal ini dikarenakan perkaderan tidak pernah secara spesifik
menjelaskan tentang bagaimana menjadikan kader-kadernya menjadi seorang
politikus, pengusaha, pemikir Islam dan lain sebagainya. Perkaderan hanya
bertujuan menjadikan mahasiswa Islam sebagai insan Ulil Albab, yang dikualifikasi
jadi 4 bagian: Mu’abid, Mujahid, Mujtahid dan Mujadid.
Meski
“perkaderan tidak membuat roti”, dengan skema perkaderannya, HMI dapat mengantarkan
pada suatu pemahaman dan tindakan tercapainya tujuan kita ikut HMI. Pemahaman
dan tindakan dimana setiap kader mampu menyiapkan tungku, menyisihkan noda-noda
tepung, menambahkan jumlah bumbu-bumbu dan mengangkat “roti itu” itu sebagai
tujuannya kita ikut HMI dari tungku pada waktu yang tepat.
Adapun
konsekuensi pemahaman dan tindakan ini menandakan bahwa proses kita mengikuti aktivitas
perkaderan HMI bersifat relatif. Sangat tergantung bagaimana kita memaknai dan
memahami dan dari posisi mana kita memandang perkaderan. Hal ini sesuai dengan ketentuan
teori Relativitas Albert Enstein yang mengemukakan bahwa “jika ada sebuah
pesawat (acuan O) yang bergerak dengan kecepatan (V) terhadap bumi (acuan O)
dan pesawat melepaskan bom (benda) dengan kecepatan tertentu, maka kecepatan
bom itu tidak sama menurut orang di bumi dengan orang di pesawat”.
Atau
penjelasan kerelatifan berproses pada perkaderan terhadap tujuan kita ikut HMI
secara sederhana, sebagai berikut (penulis kutip dari novel Edensor):
Jika
proses perkaderan di HMI seumpama rel kereta api dalam eksperimen teori
relativiatas Albert Einstein, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur
kita dari waktu ke waktu, entah itu di Komisariat, Cabang, PB, Lembaga
Koordinasi, Lembaga Khusus dan Lembaga Kekaryaan, layaknya cahaya yang
melesat-lesat dalam gerbong di atas rel kereta api itu. Relativitasnya berupa
seberapa banyak kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dalam proses
cahaya yang melesat-lesat itu kepada tujuan kita. Analogi eksperimen ini tidak
lain karena kecepatan cahaya bersifat sama dan absolut, serta waktu relatifnya sangat
bergantung dari kecepatan gerbong itu sendiri. Sebab itu, pengalaman yang sama
dapat menimpa kader siapa saja dalam proses perkaderan, namun sejauh mana dan
secepat apa pengalaman yang sama tadi memberikan pelajaran dan sampai pada
tujuan kita ikut HMI, hasilnya akan berbeda atau relatif satu sama lain.
Jadi
melalui penjelasan di atas, pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan di
atas rel kereta api itu adalah: Kita harus mampu menjadi penumpang kereta api
yang dapat mengambil makna dan mampu menyeimbangi kecepatan gerbong itu
terhadap cahaya yang melesat-lesat dalam pengalaman kita, sehingga pengalaman
itu akan membentuk kita mencapai tujuan ikut HMI. Tapi, tentunya melalui konsep
insan Ulil Albab.
Sebab
itu kesimpulan yang mengatakan bahwa perkaderan tidak mampu
menjawab atau mengantarkan kita pada tujuan ikut HMI, itu sangat tergantung dari
pemahaman kita dalam memahami perkaderan HMI secara timbal balik. Dan juga
pertanyaan apakah HMI bisa memberikan ruang khusus terhadap tujuan kita yang
ingin menjadi politikus, pengusaha, pemikir Islam dan lain sebagainya itu, adalah
persoalan kita saat menyerap nilai-nilai ke-HMI-an ke dalam diri. Apakah tujuan
itu bisa tercapai atau tidak, itulah kerelatifannya.
Tapi,
terlepas dari itu semua kawan yang budianduk, eh budiman ding. Hal terpenting yang harus kita pahami lebih dahulu bukan
kesimpulan tidak senonoh bahwa perkaderan tidak mampu menjawab kita pada tujuan
ikut HMI dengan bumbuan pertanyaan tidak enak lain seperti “apa yang telah HMI berikan
kepada kita?”, melainkan tentang apa yang akan kita berikan terhadap HMI. “HMI
hanyalah alat, bukan tujuan”, seperti yang pernah disampaikan Ahmad Wahib.
Sebab
di HMI kita hanya mencari Ridho Allah SWT, bukan Ridho Rhoma. Lain, adalah
bonus dari tujuan HMI melalui konsep
Ulil Albabnya.
Comments
Post a Comment