Era Milnial, Tantangan Perkaderan HMI
Secuap
Keresahan
Perkaderan
HMI memang tak ada habisnya diulik. Ia seolah Pancasila yang tak hentinya
dikaji di tengah keterasingannya pada babak politik identitas. Ruang-ruang
diskusi pun masih banyak diisi olehnya –Perkaderan. Entah dipahami atau tidak itu
lain persoalan. Bahkan diujung kegalauan, tatkala kebisingan perubahan zaman
mulai mengendap di permukaan, tak pelak seputar relevansinya pun dipertanyakan:
Benarkah Perkaderan masih relevan? Bukankah zaman sudah berubah? Bukankah Perkaderan
harus mengikuti zaman? Ataukah, zaman harus mengikuti Perkaderan?
Tentu
persoalan di atas bukanlah ruang sakral yang tak bisa kita ulik atau
dikotak-katik. Toh, meskipun Perkaderan memiliki kedudukan yang sentral tentang
mati-hidupnya HMI, Perkaderan (red: Khittah
Perjuangan dan Pedoman Perkaderan) bukanlah kitab suci yang tak lepas dari
kritik/pembenahan. Terlebih, Perkaderan kita tidak mengalami perubahan
(lokakarya) sejak tahun 2006. Lebih dari satu dekade, bayangkan!!
Banyak desiran angin mulai
mengembuskan persoalan Pedoman Perkaderan harus segera dilokakarya. Perubahan,
atau setidaknya pengkajian kembali penting, bisik-bisik menyeruak di gendang telinga.
Tapi itu hanya berhenti pada bisik-bisik saja, masih seperti biasanya. Aishhh........
sangat klise dan begitu ironis. Bagaimana tidak. Organisasi yang sejak berdiri
telah memproklamirkan perkaderan sebagai pusat jantungnya ini malah mengalami
kemandekan. Apakah kita terlalu naif untuk tidak menilik persoalan ini?
Mengintip
Era Milenial, Menelaah Perkaderan
Dunia
telah menujukkan perubahannya. Wajah zaman kini jauh sangat berbeda dengan zaman
saat HMI berdiri. Kita telah masuk pada satu fase zaman yang disebut era milenial.
Milenial sendiri pertama kali diperkenalkan Karl Mannheim dalam esainya: “The Problem of Generation” pada tahun 1923.
Yaitu, sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X: kisaran tahun
1980-2000-an.
Generasi
era milenial ditandai dengan penggunaan teknologi dan budaya pop/musik. Banyak
yang mengemukakan bahwa generasi ini memiliki kecenderungan berfoya-foya,
hedonis, dan membanggakan pola hidup bebas. Tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa
karakteristik generasi ini adalah apatis dan individual. Tidak peduli terhadap
keadaan sosial. Apalagi disuruh mengerti dunia politik dan perkembangan ekonomi
kita.
Bersiaplah
menaruh kekecewaan, jika seandainya hal itu benar-benar didata dan diteliti. Dalam
kerangka dan konteks itulah tantangan HMI semakin berat, baik internal (perkaderan)
maupun eksternal (perjuangan). Padahal, roda organisasi harus terus dikayuh
menuju tujuan muara kebahagiaan dan kemakmuran yang hakiki. Sebab itu, HMI
harus mampu beradaptasi, menyesuaikan student
need dan student interest.
Student need
dan student interest adalah persoalan
yang harus kita teliti untuk menelaah Perkaderan HMI. Apakah Perkaderan harus
disesuaikan dengan student need dan student interest, ataukah para mahasiswa
harus menyesuaikan Perkaderan HMI. Tentu perkaderan HMI yang mengasaskan Islam
sebagai gerak dasarnya masih sangat relevan untuk disesuaikan. Terlebih,
kerelevanan ini sebagai bentuk siar HMI yang sejak keberdiannya ingin
membumikan Islam.
Mungkin
persoalan yang paling muluk yang harus diperhatikan adalah, bahwa generasi
milenial merupakan generasi yang posivistik. Yakni, mengukur apa yang dijadikan
tindakannya dalam takaran untung-rugi. Inilah yang harus ditilik oleh
perkaderan HMI. Tidak hanya sibuk terhadap nilai-nilai perkaderan yang sangat
universal, setidaknya bagi penulis: sangat fundamentalis. Itu memang tidak
mengapa dan tidak salah.
Sudah
saatnya Perkaderan HMI mulai melihat betapa postivistiknya mahasis-wa era
milenial ini melihat segala sesuatu. HMI harus mulai melihat mahasiswa dalam
bentuk 3 fakultas, sains, sosial, dan agama. Ketimpangan 3 fakultas ini sangat
terasa di perkaderan HMI –dalam kegiatan. Pembicaran sains tidak memiliki ruang
dalam perkaderan HMI. Terlebih era milenial ini juga ditandai oleh teknologi. Terakhir
–bagi penulis, HMI sudah saatnya menyayapkan Lembaga-Lembaga Kekaryaannya untuk
menyikapi era milenial ini sebagai bentuk perkaderannya. Karena Lembaga Kekarya-an
sebagai institusi yang menampung student
need dan student interest.
Comments
Post a Comment