Bidadari itu Ada di Dunia, dan Aku Ingin Bucin dengannya
Aku bertemu gadis cantik kemarin. Saat aku sedang berada di belakang rumah, pada sebuah gardu baru tempat aku biasa menghibur diri dari beratnya mencari pekerjaan. Tepat saat matahari tergelincir menjauh dari titik tengah dan nuansa sore mulai menjemput. “Apakah surga sedang direnovasi sampai bidadari ini harus turun ke bumi?” selorohku sambil tetap menatap kagum betapa cantiknya gadis ini. Kalau kuingat-ingat, jika pertemuan itu kutulis secara rinci, apalagi saat mata kami beradu dan dia menyapa “kak” dengan raut wajah cergas tapi tetap saja memberikan kelembutan saat menatap, ditambah sebuah ulasan senyuman dengan garis bibir yang ditarik kesamping begitu pas dan mampu mengusap sangat halus pada dinding hati, amboiiii ... gadis ini bukan hanya cantik tapi juga manis: seperti keelokan nuansa panorama saat kita dapat menikmati persekutuan ruang dan waktu menjelmakan senja dan mengantarkan kita pada euforia. Pikirku, “Tuhan mungkin telah ceroboh dengan lupa memberikan kekurangan pa...