Perempuan? Mereka Adalah Misteri Yang Komplit
Adalah
Stephen Hawking, Fisikawan yang populer dengan Teori Black Hole-nya itu yang
membukti-kuatkan walaupun kita termasuk dari manusia pintar, akan begitu bodoh
dan bego di hadapan perempuan. Perempuan? Mereka adalah sebuah misteri yang
komplit, kata Stephen Hawking.
Sebagaimana
tulisan-tulisan sebelumnya, tulisan ini bukanlah lahir tanpa dibidani oleh
suatu sebab ataupun perkara. Tentang sebab ataupun perkara yang membidani
tulisan ini, ya apalagi kalau bukan dari pengalaman betapa misterinya si
manusia berjenis kelamin perempuan itu. Terutama dia.
Untuk
membuktikan lagi betapa misterinya perempuan dimata laki-laki secara ilmiah,
adalah Boris Schiffer. Peneliti dari LWL Universitas Hospital Jerman ini
melakukan penelitian terhadap 22 laki-laki yang berusia dari 21 hingga 52 tahun
sebagai responden. Hasil penelitian dari Boris Schiffer ini terkuak bahwa para
laki-laki membutuhkan beberapa waktu lebih lama, serta menemui begitu banyak kesulitan
untuk menebak emosi dari perempuan.
Pengalaman
dari cerita ini belumlah sampai dan masuk kepada pengalaman pribadi saya
tentang dia, melainkan dari Si Kawan lagi. Bukan tengah malam sekarang Si Kawan
itu datang ke kontrakan, tapi sore hari.
Waktu
Si Kawan datang, saya masih mengasikkan diri dengan hobi saya, tidur. Tanpa
didasari bagaimana tata cara membangunkan orang dengan benar dan baik seperti
tidak pernah belajar ngaji kitab Ta’lim
Muta’alim saja, dengan grasa-grasunya Si Kawan membangunkan saya dengan
bumbuhan sedikit sikutan dan tendangan, goal. Terus Si Kawan bilang: “Boi, saya
ingin bagi cerita lagi dan minta pendapatmu.” Kata Si Kawan.
Saya
yang masih menyambung kesadaran sambil mengucek-ngucek mata itu, hanya merespon
perkataan Si Kawan tanpa disertai dengan mimik emosi yang begitu penasaran,
biasa saja. “Kali ini cerita saya melibatkan perasaan ke kamu, Boi.” Lanjut Si
Kawan menutup-tuntaskan kalimat perkataanya.
Sontak
mendengar tuntasan kalimat tersebut, saya kaget dan merasa agak ngeri-ngeri
sedap. “Saya masih waras, Boi, meski tidak ada perempuan yang menerima cinta saya.
Sana cari laki-laki lain.” Jawab saya ketus kepada Si Kawan. “Bukan, bukan
begitu maksudnya, Boi. Ini lanjutan cerita saya yang dulu itu, mengenai Si Doi,
Boi. Saya pun juga masih waras, dan tidak kamu pula laki-laki yang saya pilih kalau
saya sudah tidak waras.”
Ya,
ini cerita lanjutan dari kisah asmara Si Kawan dengan Si Doi yang pernah saya
jadikan bahan rujukan menulis artikel untuk mengisi salah satu kolom tulisan di
website bangor.in: Apa Enak Jadi Manusia?
Singkat
cerita, dimana ketika Si Doi meninggal cinta Si Kawan dengan berpaling kepada
Si Duda yang lebih gagah kaya raya, bermateri, mentereng, dan sudah tidak
mahasiswa tua pula itu, dan karena kemudian kisah Si Doi dan Si Duda tidak
sampai kelinang pernikahan dan bahkan Si Doi ditinggalkan oleh Si Duda, dengan
begitu enteng-nya Si Doi datang kepada Si Kawan untuk minta maaf serta pula
meminta kesempatan untuk menjalin kasih kembali.
Ya,
demikianlah Si Doi. Si Doi hanya ingat kekejaman pada dirinya walaupun kecil,
dan Si Doi lupa kekejamannya sendiri pada Si Kawan padahal begitu besar. Eh,
kok malah Si Kawan ikut-ikutan jadi engku Zainuddin? Tetapi, memang demikianlah
Si Doi. Si Doi lupa betapa kejamnya yang pernah Si Doi lakukan kepada Si Kawan
dengan begitu tidak berperasaan hingga membuat Si Kawan dirundung duka nestapa cinta
berpurnama-nama.
“Gimana
tidak menjadi misteri yang komplit si Perempuan itu, Boi. Dulu ketika saya yang
ditinggal oleh Si Doi waktu lagi sayang-sanyangnya itu dengan berpaling kepada
Si Duda, itu hanya lewat persoalan saya yang masih belum menyelesaikan kuliah.
Katanya Si Doi, Boi, saya tidak akan bisa menjadi imam yang baik dalam urusan
rumah tangga kalau urusan kuliah saja masih keteteran. Eh, sekarang Si Doi
datang lagi dan hendak meminta merajut cinta kembali dengan status saya yang
masih mahasiswa. Logis kah, Boi?”
“Ditambah,
Boi, kata Si Doi hanya cinta yang sanggup sejukkan dunia saya, Mas. Itukan
perkataan saya yang dulu kepada Si Doi, Boi. Perkataan yang saya kutip dari
lagunya Dewa 19 untuk membujuk SI Doi supaya jangan meninggalkan saya demi si
Duda itu, Boi. Perempuan, Boi? Mereka adalah sebuah misteri yang kompit.”
Tidak
hanya itu saja cerita Si Kawan yang merasakan bahwa perempuan merupakan sebuah
misteri yang begitu komplit. Suatu ketika, dimana Si Kawan masih berpacaran
dengan Si Doi, Si Doi pernah bilang kepada Si Kawan kalau Si Kawan adalah pacar
yang tidak peka dan humoris. “Ya, gimana bisa peka dan homoris, Boi. Kalau saya
berusaha peka dan humoris ketika itu Si Doi lagi sakit, Si Doi malah bilang
saya ini banyak ngomong dan nambah-nambahin PMS saja.”
“Memang
kamu ngomong apa?” Tanya saya penasaran. “Minum obatnya ya, Dek. Biar lekas sembuh.
Kalau tidak sembuh-sembuh nanti siapa yang paling khawatir?” Kalimat Si Kawan terpotong sejenak, seperti ingin membuat jeda pada waktu. “Ibu kamu kan, Dek. Itu omongan saya kepada Si Doi, Boi.” Tuntasnya.
“Ya,
salahnya kamu sih ngomong kanyak gitu. Harusnya kamulah yang paling khawatir
itu.” Jawab saya. “Ya, tidaklah, Boi. Tentu Ibu-nya yang paling khawatir,
kan namanya seorang ibu memang kayak gitu, Boi. Tapi jelasnya saya juga
khawatir kalau Si Doi tidak sembuh-sembuh. Kalimat itupun kita tahu kalau saya itu mencoba untuk melucu kepada Si Doi, humor. Soalnya kata Si Doi saya orannya kurang
humoris. Dan saat saya mencoba humoris dan mempekakan diri secara bersamaan, eh
malah dibiling kanyak gitu. Bingung saya, Boi.”
Lain
cerita tapi tetap menjadi sebuah misteri yang sama begitu komplit, kali ini
ceritanya dari pengalaman pribadi. Beberapa bulan yang lalu saya pernah menemui
perempuan yang aduhai cantik dan manisnya. Sebut saja perempuan itu adalah Si
Pemilik Senyum 2 Senti. Karena senyum 2 sentinya itu lho, begitu nyes dan jreng sekali di hati. Itupun nyes
dan jreng nya tanpa minum Kuku Bima
campur susu.
Tidak
perlu menyingkat cerita karena ceritanya memang begitu singkat, Si Pemilik
Senyum 2 Senti itu termasuk dari sanak keluaga. Nenek saya dan neneknya ternyata
adalah saudara kandung.
Melalui
gerakan yang begitu masif dengan berkongkalikong sana-sini serta ditambahi
sedikit bumbuan konspirasi hati pula, akhirnya saya dapat berkenalan lebih
dekat dengan Si Pemilik Senyum 2 Senti itu. Karena saya merantau kuliah di
Jogja dan Si Pemilik Senyum 2 Senti itu ada di Madura, kami-pun akhirnya sering
kontak-kontakkan melalui pesan singkat dan terkadang telpon-telponan ria pula.
Sudah
merasa kenal begitu lebih dekat dengan kepribadian Si Pemilik Senyum 2 Senti, saya-pun
mencoba mengorek-ngorek tentang pendapat dari isi hatinya. Pendapat tentang
bagaimana kriteria laki-laki idamannya. Tentu tindakan pengorek-ngorekkan saya
ini merupakan cara bagaimana menjadi laki-laki yang bisa memahami isi hati dari
perempuan yang saya dapatkan dan baca dari artikel online: “Kiat-Kiat Jitu: 1001 Cara Memahami Perempuan.”
Sebelum
saya melangkah lebih lanjut pada pertanyaan pendapat hati itu, saya telah
melalui beberapa tahap atau langkah-langkah cara memahami perempuan, seperti; menyadari
berbagai hal perbedaan diantara laki-laki dan wanita sampai keperbedaan
psikologisnya juga, menjadi sosok laki-laki yang penuh percaya diri dan
berselera humor yang baik, dan perhatian yang bahkan sampai tentang masa lalu
dan keluarganya.
Kemudian
pertanyaan yang saya ajukan terhadap Si Pemilik Senyum 2 Senti itu pun dijawab
dengan, bahwa laki-laki idamannya adalah laki-laki yang pengertian, yang baik,
yang jujur, yang pintar, yang punya slera humor, dan yang penuh kasih sayang.
“Tidak bertampang rupawan tidak apa, yang penting dia setia, Mas.” Kata Si Pemilik
Senyum 2 Senti untuk melengkapi kritiria laki-laki idamannya.
Merasa
bahwa apa yang dijawab oleh Si Pemilik Senyum 2 Senti itu adalah gue banget. Bukannya bermaksud sombong,
saya ini bisa dikatakan laki-laki yang baik dan jujur, lulusan pondok pesantren
selama 6 tahun lagi. Pengertian dan kasih sayang, itu juga gue banget. Apalagi hanya punya slera humor, toh gue anaknya benar-benar humoris banget.
Untuk pintar? Dulu saya bersekolah di SMP dan SMA yang berlabel RSBI, pastinya
saya bisa digolongkan anak yang pintar meski kuliah belum lulus-lulus.
Teruntuk
kesetiaan jangan ditanya dan bisa kalian adu, toh malaikat juga akan tahu siapa
juaranya. Dan Si Pemilik Senyum 2 Senti itu juga menyebutkan tidak perlu
rupawan walaupun tidak rupawan itu juga gue banget, karena “yang penting dia
setia, Mas.” Ingatnya saya dari jawaban Si Pemilik Senyum 2 Senti itu.
Menyimpan
asumsi bahwa laki-laki idaman itu adalah gue banget, saya-pun menunggu momen yang
paling romantis untuk menembak hati Si Pemilik Senyum 2 Senti itu secara tetap
sasaran. Setelah
waktu yang ditunggu-pun telah cukup dan tiba, dalam suasana reremangan
malam yang hanya diterangi oleh reredupan cahaya rembulan, saya nyatakan
perasaan hati ini kepada Si Pemilik Senyum 2 Senti. Lengkap disertai janji
pinangan dengan ucapan bismillah dan
seperangkat alat sholat ketika saya telah wisuda. Eh, malah Si Pemilik Senyum 2
Senti itu menolak dengan alasan yang tidak rasional banget, dan berpaling memilih
Si Dia daripada saya.
Setelah
berbulan-bulan kemudian, dimana saya sudah begitu jarang menghubungi Si Pemilik
Senyum 2 Senti dan hampir bisa juga dikatakan tidak pernah sama sekali, karena
saya sangat tahu bagaimana bersikap sebagai laki-laki sejati terhadap perempuan
yang dicintainya itu sudah punya kekasih, Si Pemilik Senyum 2 Senti secara tiba-tiba
menelpon saya dengan iringan tangis selain ada penyesalan.
Dari balik telepon, Si Pemilik Senyum 2 Senti itu mengadu penyesalan kepada saya, yang
katanya, Si Dia tidak pengertian, tidak baik, tidak jujur, tidak pintar, tidak
punya slera humor, tidak penuh kasih sayang, tidak setia, dan malah Si Dia
telah menyelingkuhinya.
Saya
yang mendengar perkataannya hanya melongo saja, tapi tidaklah kaget. Bagaimana
Si Dia bisa disebut laki-laki baik dan jujur kalau kelakuannya ke mana-mana hanya
membawa ayam untuk diadu, tidak pernah mondok lagi. Bagaimana Si Dia bisa
dikatakan laki-laki pintar kalau dia adalah tamatan SMP, tidak ada label RSBI
nya lagi. Bagaimana Si Dia bisa disebut laki-laki pengertian dan punya slera
humor, kalau Si Dia senyum saja susah.
Bagaimana
pula Si Dia bisa disebut laki-laki yang penuh kasih sayang dan setia kalau Si
Pemilik Senyum 2 Senti itu hanya memakai ukuran memilih Si Dia daripada saya lewat
persoalan tinggi badan saja. Jangankan malaikat, setan-pun juga tahu siapa
juaranya kalau laki-laki idaman itu hanya diukur dari perihal tinggi badan.
Ya,
saya ditolak Si Pemilik 2 senti itu karena persolaan tinggi badan, yang katanya
tidak ideal sebagai laki-laki idaman meski saya tidak rupawan. Seolah tidak tinggi
badan itu bukan persoalan dari tidak rupawan.
Selintas
mendengar dan sekaligus mencerna perkataan Si Pemilik Senyum 2 Senti yang
begitu misteri itu, saya sedikit bisa berkesimpulan bahwa mencoba memahami hati
perempuan ternyata lebih rumit dan menjelimetkan otak daripada belajar filsafat
dan rumus-rumus sederhana matematika. Atau mungkin sama seperti halnya belajar
filsafat bahwa perempuan itu merupakan manifestasi Tuhan dan Tuhan itu begitu
sulit dipahami oleh logika, maka demikian begitu sulitnya lah memahami
perempuan?
Gimana
tidak saya beranggapan begitu, para kisanak sekalian, jika saya dengan begitu
panjang lebar menerangkan tentang Si Dia sebenarnya kepada Si Pemilik Senyum 2
Senti itu, eh malah dia bilang begini “Semua laki-laki itu sama saja, Mas.
Semua Laki-laki itu pendusta dan sering nyatikin perempuan.”
Semua
laki-laki, katanya? Edan. Saya yang tidak ikut-ikutan menyakiti hatinya dan
malah begitu tulus mencintai, menyayangi dan mengasihi dia seperti colan istri sendiri
itu juga kenak imbasnya kalau semua Laki-laki itu pendusta dan sering nyatikin
perempuan. Ais, sudahlah, logika yang sehat dan tidak sehat mana yang bisa
tahan dengan kemisterian manusia bernama perempuan ini?
Perempuan?
Mereka adalah sebuah misteri yang komplit, yang baik ditinggal sedang yang
bajingan diambil, dan ketika dikhinati dan diselingkuhi, terus mereka bilang bahwa
semua laki-laki sama saja, pendusta dan sering nyatiki. Apa kami kaum laki-laki
yang baik-baik, jujur, sopan dan menantu idaman mertua ini harus menciptakan
lirik lagu tandingan untuk membodohi Ada Band, karena wanita itu memang tidak
bisa dimengerti?
Perempuan?
Mereka adalah sebuah misteri yang komplit, setidaknya untuk Si Doi dan Si
Pemilik Senyum 2 Senti.
Comments
Post a Comment