Dian Sastro Yang Kutahu

Dalam diri saya, sekarang terjadi pertempuran image antara Dian Sastro yang selama ini kukenal, yang cantik, pintar, ketua mading, sederhana, adem, baik, jago nulis puisi, punya karir cemerlang, sangat mengenakkan hati bila dipandang, dapat suami tajir, nyaris sempurna, dan terhindar dari kesan negatif, dengan image Dian Sastro yang heboh sekarang ini. Yakni Dian Sastro yang dianggap sombong oleh para heater. Akibat tindakannya menepis tangan salah satu penggemarnya. 

Tentu sebagaimana pemuja Dian Sastro yang cukup fundamentalis sejak dini, saya tidak bisa menerima pernyataan para heater tersebut. Bahkan, para heater, sampai mengecam dan menyebut sombong Dian Sastro. Tidak. Saya tidak bisa menerima. Tentu saya punya alasan mengapa tidak bisa menerima hal tersebut. Karena, Dian Sastro yang kutahu tidak seperti itu. Jauh dari image itu. Dian Sastro, dalam platonisku, adalah bentuk ideal seorang wanita, terhindar dari kesan negatif, dan sebagai protetipe wanita yang nyaris sempurna.

Sebagai protetipe wanita yang nyaris sempurna, dalam pandang saya, Dian Sastro sama seperti halnya teori arketipe-nya Plato, tapi mempunyai sedikit perbedaan. Hanya sedikit. Seperti yang ingin saya jelaskan di bawah ini.

Jika Plato, seorang filsuf terkemuka sejak abad Yunani kuno itu menyebut bahwa alam ini terbagi menjadi dua bagian, yakni; dunia ide dan materi. Yang dimana ketika jiwa yang berada dalam dunia ide turun dan menyatu ke dalam jasad di dunia materi mengalami kelupaan, maka Dian Sastro enggak. Dian Sastro tidak pernah mengalami reduksi ideal ketika menyatu ke jasadnya. Tidak perlu ditunjukkan sebuah fenomena materi supaya Dian Sastro bisa mengingat kembali pada dunia ide nya. Karena Dian Sastro sudah dirancang Tuhan sebagai protetipe ideal sebagaimana di alam ide dan tidak mengalami perubahan sama sekali ketika diturunkan di alam materi. 

Jadi, menurut saya, para heater yang mengejek dan menjelek-jelekkan Dian Sastro itu, hanya-lah orang-orang yang iri dan tidak bisa menyamai keidelannya saja. Tapi tentu saja ada juga para heater yang bias penilaian atas inseden tersebut. Namun kebanyakan dari mereka, adalah orang yang iri dan tidak bisa menyamai Dian Sastro. Orang-orang yang sudah dinyatakan kalah sebelum memulai peperangan dengan keidealan Dian Sostro. 

Jika tidak, mengapa mereka, para heater, masih saja mencemoh Dian Sastro, yang jelas setelah hari kejadian itu sudah diberikan pernyataan kalarifikasi oleh Dian Sastro, yang katanya;.... hal yang tidak disengaja. Karena ada seseorang dari belakangnya tiba-tiba memegang badan Dian Sastro. Karena kaget serta refleks, Dian Sastro menepis dan menghindar. Bukan bermaksud tidak ramah atau tidak sopan. Dan itu alamiah sekali, kan? Bukan bermaksud tidak sopan atau sombong.

Saya tahu betul kalau Dian Sastro tidak seperti itu. Image Dian Sastro yang kutahu, selain sebagai protetipe wanita yang memiliki kecantikan bukan dari sekedar fisik, melainkan dari perangai dan senyumnya yang adem, yang bisa membuat situasi politik yang panas bisa dingin lewat pesonanya itu, adalah wanita yang terhindar dari kesan negatif. Apalagi dikatakan tidak sopan dan sombang.  

Bahkan, jika membicarakan kepesonaannya Dian Sastro, saya sependapat dengan Phutut Ea yang pernah menasbihkan kalau, Dian Sastro, seharusnya tidak hanya menjadi selebritis, tapi juga bisa menjadi Presiden di tengah kemelutnya masalah identitas politik di Indonesia. Tentu lewat perangai dan senyumnya yang adem itu, Dian Sastro bisa membuat situasi politik yang panas saat ini, yang banyak memunculkan paham-paham seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, sekularisme, dan sebagainya itu, bisa diredakan dan didinginkan lewat pesonanya itu.

Apalagi elektabilatasnya Dian Sastro tak dapat bisa pungkiri. Mengingat, Dian Sastro pernah membuat sosok lelaki idaman para mertua, si Rangga itu, yang tampan, cool, pintar dan digandrungi banyak cewek itu dibuat jomblo selama berpurnama-nama di New York.

Menyebut sosok Rangga, saya malah teringat ketika masih Sekolah Dasar. Ketika pertama kali mengenal Dian Sastro. Tentu sebagaimana kebanyakan orang mengenal Dian Sastro, saya juga mengenalnya lewat film Ada Apa Dengan Cinta. Kelas 4 SD kalau enggak salah ingat. Meski film AADC dibilang sebagai film yang menandai kebangkitan perfilman di Indonesia dan saya juga menyukai kisah romance dari film tersebut, tapi ada satu adegan yang membuat saya jengkel. 

Adegan dimana ketika Rangga hendak pergi ke New York dan Cinta (Dian Sastro) mengejar si Rangga yang tak lain adalah Nicholas Saputra ke bandara. Di sana, bandara, mereka berpisah dan berjanji untuk bertemu kembali pada suatu purnama. Dan adegan yang membuat saya jengkel, tentu saja adegan dimana Rangga dan Cinta berciumam. Patah hati adek mbak Dian, ketika menonton adegan itu. Kepatah-hatian itu sama seperti halnya ketika kamu, Dian Sastro, diputusin sama Rangga tanpa ada kejelasan. Abu-abu. 

Karena jujur saja, wanita seperti kamu. Iya kamu, Dian Sastro, seperti halnya Hayati bagi Zainuddin yang dianggap "permata yang hilang" atau Beatrice Portinari yang menjadi ilham bagi Divine Comedy-nya Dante, bagi saya, Dian Sastro adalah pembuka horizon dalam menanggapi sebuah kompleksitas kehidupan menjadi tenun mozaik indah yang dihiasi dengan syukur. Meskipun bersandar di pundak Dian Sastro adalah ketidakmungkinan dan kemustahilan, tapi bisa melihatnya saja merupakan hadiah doa terbesar saya yang diberikan Tuhan. Dan meningkatkan euforiku.

Namun, sebagaimana sebuah kompetensi yang selalu mengeluar pemenang, akhirnya Indraguna Sutowo lah yang muncul sebagai lelakinya dalam sebuah ikatan keluarga. Dan meninggalakan saya pada keterjebakkan nostalgia, dimana Dian Sastro yang saya tahu, bukan Dian Sastro yang seperti para heater bilang, sombong. Melainkan Dian Sastro dalam image yang tehindar dari kesan negatif, yang memiliki kecantikan bukan dari sekedar fisik saja, melainkan dari perangai dan senyumnya yang adem. Pintar, sederhana, baik, jago menulis puisi dan ketua mading. Itulah Dian Sastro yang kutahu. Bukan Dian Sastro yang sombong.

Comments

  1. sudah release ternyata, tulisan mbak (logat jawa) dian sastro. ternyata u lovers sastro ya!! (ungkap saya)

    ReplyDelete

Post a Comment

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Satu Paragraf: Apa Aku Bahagia?

Sekilas Sejarah Penyusunan/Kelahiran Khittah Perjuangan HMI

Absurditas: Bunuh Diri Filosofis