Sajak Bual Kisah Pemuda dibalik Pintu
Dengarlah!! Coba kau dengarkan suara rintikan hujan turun
itu, Dinda.
Sebagaimana pujangga menyebutnya
‘nyanyian para perindu’, karena setiap tetes air yang jatuh itu laksana
pertemuan Adam dan Hawa yang terpisah oleh jauhnya jarak dan waktu, seorang
pemuda terus saja memanggil namamu.
Tak ada malaikat menjaring
laba-laba di sana. Hanya pemuda kesepian berselimut sunyi sedang menyulam benang-benang
kasih yang sudah kusut.
Bersama kenangan yang tersimpan
rapi diingatan, pemuda itu terus saja menenuni berbagai kata yang berserakan,
dan mencoba merambati waktu menuju masa lalu untuk mendefinisikan makna bahagia
paling sederhanamu.
Apabila pemuda itu telah
terperanjat dari sadarnya, tersesatlah dia dari segala kerumitan kata.
Kerumitan kata yang amat sukar dia bahasakan.
Ayolah, dinda, mendekat!! Tak
maukah kau berbelas hati kepadanya?
Apabila kau tengok pemuda itu
dari balik pintu. Ada bola mata terpancar mengeluarkan sayap malaikat dan mencoba
terbang mencuri seonggok hati berbentuk cinta darimu. Tapi, selalu kalah
membelah paradoksal.
Pun, bila pemuda itu telah
menyeruput kopi hitamnya, bersamaan dengan kepulan asapnya yang membuihkan rasa
pedih, panasnya yang membawakan rasa sakit, dan pahitnya aroma penolakan yang
amat menyengat, bayangan dirimu makin rakus memperkosa pikirannya.
Mendekatlah, dinda! Coba kau
dekati pemuda itu. Jika kau benar-benar tak bisa, katakan bahwa kau baik-baik saja di sana. Sebab, baginya, memiliki
kabarmu jauh lebih penting daripada memiliki dirimu.
Comments
Post a Comment