Berteman dengan Kesepian
Kesepian itu tidak datang tiba-tiba, kawan. Ia memang tidak mengetuk pintu, tidak membawa kabar. Tapi, ia menyelinap, perlahan, tanpa suara, melalui celah hari-hari biasa. Ia datang saat suara orang-orang mulai meredup, saat percakapan hanya tinggal formalitas, saat malam tiba dan yang tersisa hanya kamu—dengan pikiranmu sendiri. Dulu aku takut kesepian. Kukira itu tanda bahwa aku gagal membangun hubungan, gagal menjadi bagian dari dunia. Aku mencari cara untuk mengusirnya—dengan keramaian, dengan tawa yang dipaksakan, dengan layar-layar kecil yang selalu aktif. Tapi semua itu hanya menunda. Saat semuanya diam, kesepian kembali. Dan aku tetap sendirian, bahkan dalam kerumunan. Lama-lama aku lelah melawan. Maka aku belajar duduk bersamanya. Bukan menyerah, tapi mencoba mengenalnya. Seperti kau mencoba memahami seseorang yang awalnya asing, lalu perlahan kau sadari: ia tidak jahat, hanya tak terbiasa dimengerti. Rupanya kesepian tidak selalu menyakitkan. Kadang, ia hanya sunyi yang ju...