Posts

Showing posts from 2017

Aku ber-Konstitusi, maka Aku ber-HMI

Tak elok rasanya kalau mendaku berislam tapi tak ber-Muhammad SWA, ber-Indonesia tapi tak ber-Pancasila, berpujangga tapi tak bersyair, dan tak ber ber lainnya. Begitu pun dengan HMI. Mendaku ber-HMI tapi tak berkonstitusi, meminjam sebait lagunya Inul Daratista, bagai sayur tanpa garam. Hambyar, enggak enak, dan omong kosong. Jika kita pernah dengar nama Rene Descartes, filosof yang dianggap masyhur di abad modern ini pernah menyusun dikotomi: Res extensa (yang berpikir) dan res cogitans (yang dipikirkan) lewat diktum terkenalnya: Cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku ada), maka dalam konteks HMI kita akan temukan diktum: Aku berkonstitusi, maka aku berHMI. Kenapa demikian? Karena keber-HMI-an kita bergantung bagaimana kita memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai Konstitusi itu ke dalam diri kita. Baik itu secara individu maupun organisasi. Kita tak boleh begini, kita harus begitu. Kita harus membayar uang pangkal, tak boleh tidak. Kita harus punya peranan terhad

Kuhaturkan Lewat Puisi

Puisi ini Mungkin tak seindah puisi lainnya Tapi bagiku puisi ini punya arti Tiap kata yang terangkai dalam puisi ini Adalah pantulan dari senyummu Yang mendorong penaku Untuk menuliskannya   Puisi ini Kamu tahu aku penulisnya Karna aku yang tak berani mengucapkannya   Puisi ini Kamu tahu aku penulisnya Karna aku yang tak berani mengungkapkannya   Puisi ini Kamu pun tahu aku adalah penulisnya Karna aku yang tak tahu lagi harus bagaimana   Maka, Kutitipkan saja puisi ini diingatanmu Karna aku percaya, ‘mengingat’, adalah virus kecil dari cinta Jika dibiarkan olehmu, aku adalah segalanya  

Menyoal Tubuh

Tubuh adalah penjara/makam jiwa (Platon). Tubuh adalah sebuah mesin (Rene Descartes). Saya hidup dalam tubuh saya. Tubuh adalah siapa saya. Saya adalah saya, sebatas tubuh saya (Jean-Paul Sartre). Disamping pikiran dan perasaan, terdapat Sang Penuntun yang lebih agung,... Ia adalah tubuhmu (Friedrich Nietzsche). Tubuh/yang mulai akrab/dengan saya ini/sebenarnya mayat yang saya pinjam... (sajak "Tubuh Pinjaman", Joko Pinurbo). Menyoal tubuh adalah persoalan yang tak ada habisnya selama kita masih bertubuh dan bersetubuh. Siapa aku? Siapa tubuh ini? Apa aku berkuasa atas tubuh ini? Apa aku dan tubuh ini adalah satu? Atau, aku dan tubuh ini adalah dua entitas berbeda dalam penilaian? Jauh sebelum seorang wanita tanpa busana menerobos area Bandara Internasional Supadio membikin geger Indonesia dan viral media sosial (15/1/2017), Spencer Tunick lebih dahulu membikin geger di New York meski tanpa viral di media sosial.  Kala itu Tunick berhasil mengumpulkan puluhan mode

Sakralnya Selaput Dara Perempuan. Benar, kah?

Image
Malam itu kami membicarakan tentang film: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Topik persoalan yang kami angkat adalah sikap Zainuddin ke Permata-nya: Hayati, yang begitu teramat kejam.“Pantang pisang berbuah dua kali. Pantang lelaki memakan sisa.” Menyelami perkataan Zainuddin. Lantas saya teringat pada satu kisah dari novel yang dikarang Pramoedya Ananta Toer -Bumi Manusia. Ketika itu, akhirnya Minke bisa mempersunting si Bunga Penutup Abad. Tapi, satu penyelasan muncul ketika di malam pertama saat Ia tahu kalau Ia bukan lelaki pertama yang mereguk buah cinta dari Annelies. Dirundung penyelasan dan kecewa, akhirnya Minke bertanya. “Siapa lelaki itu?” Lainnya, jauh sebelum era reformasi dinahkodai Presiden SBY dan Jokowi. Sayup-sayup pernah aku dengar di televisi tentang berita seorang berisinial FH menceraikan Istrinya hanya berapa hari setelah mereka menikah. Persoalannya begitu pelik kata si FH, di mana sang Istri ternyata sudah tak orisinil. Pernah satu badan lembaga melak

Perkaderan Akhwat: Menunggu Jawaban Kohati

Tahun 2017. Malam itu hari Ahad. Ingat, Ahad bukan Minggu!! Dua orang dari kami yang datang/main ke Yogyakarta, berinisiatif mengadakan reunian kecil-kecilan di kedai kopi, Kebun Laras, demi bersua-sapa melepas kangen menggebu setelah setengah tahun lebih tidak bertemu sejak berakhirnya kepengurusan. Banyak yang kami obrolkan malam itu. Mulai dari kenapa masih pengangguran, kenapa masih belum wisuda, kapan nikah, dan sampai hati menyerempet perihal Kohati. Tapi hal terpenting yang perlu ditekankan terlebih dahulu agar tidak bias dan banyak ditafsirkan yang tidak-tidak oleh para pembaca kenapa perihal Kohati ini sampai jadi topik obrolan hati kami, itu tidak lepas dari keresahan hati bersama mengapa sosok Kohati yang tangguh, berjiwa emansipasi dan berbicara atas prinsip kesetaraan –atau paling tidak berdiri atas kemaunnya sendiri– belum juga muncul ke tengah permukaan perkaderan di HMI. Jujur tidak ada obrolan lain malam itu. Kalaupun ada biarlah itu menjadi rahasia hati kami yang

Perkaderan HMI Dalam Teori Relativitas Albert Einstein

Salah satu dorongan membahas judul dalam tulisan ini, selain diminta oleh Cecep Jaenuddin, pengurus KPC YK 2017-2018, tidak lepas dari sedikit banyaknya fenomena kader yang berkesimpulan bahwa perkaderan di tubuh HMI tidak mampu menjawab keinginan mereka ikut dalam organisasi yang didirikan Lafran Pane dkk ini. Tentu pemahaman seperti ini tidak dapat dikatakan memiliki kebenaran, tapi juga tidak masalah dipertanyakan. Meminjam kalimat Luis O. Kattsof bahwa “filsafat tidak membuat roti”, perkaderan HMI pun demikian. Hal ini dikarenakan perkaderan tidak pernah secara spesifik menjelaskan tentang bagaimana menjadikan kader-kadernya menjadi seorang politikus, pengusaha, pemikir Islam dan lain sebagainya. Perkaderan hanya bertujuan menjadikan mahasiswa Islam sebagai insan Ulil Albab, yang dikualifikasi jadi 4 bagian: Mu’abid, Mujahid, Mujtahid dan Mujadid. Meski “perkaderan tidak membuat roti”, dengan skema perkaderannya, HMI dapat mengantarkan pada suatu pemahaman dan tindakan tercapai

Atheis dan Legenda Si Nyai: Surat Undangan Menjadi Pemateri

Image
Sebut saja si atheis dalam cerita ini adalah A. Tentu bukan nama sebenarnya. Bukan lantaran ingin menjadikan tokoh A dalam cerita ini sebagai sosok misterius, selain dia memang teramat aneh. Hanya ingin menjaga martabat A saja. Martabat yang mana, walaupun A tetap berkeyakinan bahwa Tuhan tidak ada, tapi keberatheisan A masih bisa disyubhatkan kejelasannya. “Walaupun tiap hari kau bilang telah atheis, tapi aku memiliki kecenderung kalau keatheisanmu tidak konsisten,” kataku satu hari, kala aku meragukan keatheisan A sembari ditemani secangkir kopi hitam yang aduhai nikmatnya. “Kok bisa, loh? Harus berapa kali aku meyakinimu kalau aku ini memang atheis? Tuhan benar-benar tidak ada. 100% aku sudah yakin kalau Tuhan itu tidak ada, seyakin-yakinnya Engkoh Felix Siauw dengan konsep khilafahnya,” jawab A yang merasa tersinggung karena kadar keimanannya terhadap ketiadaan Tuhan kuragukan kosistensinya. “Kalau kau benar atheis yang konsisten, kenapa kau masih mencantumkan agama s

Satu Paragraf: Robert, Kucingku

Image
Namanya Robert. Jantan. Aku mengadopsinya sejak ia berumur 3 bulan, sekaligus menjadi walinya. Meski punya warna 3 alias belang telon (hitam, putih dan orange) Robert tidak pernah sumbawa dan sampai mengaku sebagai raja kucing. Robert, tidak punya watak seperti itu. Robert itu kucing yang baik, jujur, sopan dan tidak nakal seperti kucing lain. Robert itu kucing yang penurut, penyayang dan sangat amanah. Meski tidak bisa juga dikatakan sebagai kucing tampan, selain karena aku masih agak waras, kurang bertanggung jawab dan sedikit pemalas, tapi teruntuk kesetian jangan ditanya. Malaikat juga tahu siapa juaranya: Robert. Saat ini Robert sudah memasuki umur 10 bulan. Dan 2 bulan lagi Robert akan berulang tahun. Aku bingung mau ngasih kado atau hadiah apa. Kawan sekomunitas pencinta kucing menyarankan agar Robert diperkenalkan dengan kucing betina dan langsung ditunangkan, sebagai kado ulang tahnnya. Sebagai walinya, aku sih mau-mau saja. Terlebih, sebentar lagi Robert akan memasuki masa

Emansipasi: Kedudukan Wanita dan Laki-Laki

Image
“ Laki-laki adalah langit, wanita adalah bumi. Laki-laki adalah keagungan, wanita adalah keindahan. Keindahan laki-laki terletak pada akalnya, sedangkan akal wanita terletak pada keindahannya .” Abd Gofur. Adalah Maryam, istri dari salah satu sepupu saya itu, dengan memakai akun facebook bernama Mary Juan, membuat postingan status baru: “ Siapa bilang wanita sudah merdeka? Mereka belum-lah merdeka. Mereka masih belum bisa mengeluarkan dan diterima pendapatnya .” Tulisnya.  Membaca postingan tersebut saya tertarik untuk mengomentari: “Sejenis meminta emansipasi kayak Kartini? ” Dan dibalas dengan singkat oleh Maryam: “Yups, biar suara wanita tidak diabaikan.” Membicarakan perihal emansipasi, yang salah satunya adalah suatu proses penyadaran kebebasan persamaan hak kaum wanita terhadap kaum laki-laki haruslah setara, yang mana sampai saat ini masih begitu kuatnya budaya patriarki, atau sebuah sistem sosial yang menempatkan kaum laki-laki sebagai sosok oto