Posts

Showing posts with the label Cerpen

Bidadari itu Ada di Dunia, dan Aku Ingin Bucin dengannya II

Seminggu telah usai sejak mimpi itu berlalu. Tapi rasa penarasan masih saja mengusik mengapa dia tanpa sopan santun masuk dalam mimpiku. Betapa dia sangat ceroboh dan tak beradab, keluhku. Masuk tanpa permisi pada mimpi seseorang yang telah lama kering dalam persoalan cinta. Dalam lamunan juga kupersoalkan. Apa dia pikir hati lelaki sekuat bata karang seperti dalam sebuah puisi dan tetap kokoh terhadap hembusan ombak? Apa dia juga tak pernah berpikir bahwa sekuat dan sehebat apapun lelaki tetap akan rapuh dan baper oleh lemparan senyuman itu? Seperti kemarin, saat aku mengantar keponakanku sekolah. Betapa dia begitu tega saat kami bertemu tanpa sengaja di simpang jalan yang memisahkan pasar dan sekolah Taman Kanak-Kanak, menyapaku “kak” dan melemparkan senyuman terindah itu, tepat saat angin jahil dari hempasan mobil melaju menderaikan rambut hitamnya seperti dalam film-film romance. Aku sudah tidak tahan, keluhku. Cinta yang muncul dan bermuara dari mimpi telah berhasil memporak...

Bidadari itu Ada di Dunia, dan Aku Ingin Bucin dengannya

Aku bertemu gadis cantik kemarin. Saat aku sedang berada di belakang rumah, pada sebuah gardu baru tempat aku biasa menghibur diri dari beratnya mencari pekerjaan. Tepat saat matahari tergelincir menjauh dari titik tengah dan nuansa sore mulai menjemput. “Apakah surga sedang direnovasi sampai bidadari ini harus turun ke bumi?”  selorohku sambil tetap menatap kagum betapa cantiknya gadis ini. Kalau kuingat-ingat, jika pertemuan itu kutulis secara rinci, apalagi saat mata kami beradu dan dia menyapa “kak” dengan raut wajah cergas tapi tetap saja memberikan kelembutan saat menatap, ditambah sebuah ulasan senyuman dengan garis bibir yang ditarik kesamping begitu pas dan mampu mengusap sangat halus pada dinding hati, amboiiii ... gadis ini bukan hanya cantik tapi juga manis: seperti keelokan nuansa panorama saat kita dapat menikmati persekutuan ruang dan waktu menjelmakan senja dan mengantarkan kita pada euforia. Pikirku, “Tuhan mungkin telah ceroboh dengan lupa memberikan kekurangan pa...

Hanya Orang Bodoh, Berhak Jatuh Cinta

Berpuluh-puluh tahun kemudian, saat menunggu datangnya perempuan yang dicintai itu dalam purnama sebagaimana janjinya, Margio jadi teringat kencan pertamanya di suatu malam: berdua mereka menyusuri alun-alun kota dan menonton film. Itu dulu sekali, saat ia kembali menyatakan cintanya kepada perempuan itu untuk kesekian kalinya tanpa lelah dan jengah. “Jadilah kekasihku. Aku tak bisa hidup tanpamu.” Dengan penuh kepastian, perempuan itu menjawab. “Omong kosong!! Bahkan kau masih bisa hidup meskipun dipatok ular.” “Bukti apa lagi yang harus kuberikan?” tanya Margio. “Tunggulah aku di situ, di pohon itu, dalam purnama. Bukankah menunggu adalah bukti cinta? Itupun jika cinta memang ada.” “Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu,” kata Margio dengan penuh keyakinan, dan berjanji. “Percayalah, aku akan menunggu.” -------------------------------------------------- Margio menamai perempuan itu dengan sebutan Si Cantik. Bertemu saat ia masih berumur belasan tahun da...

Seperti Mimpi

Semua ini seperti sebuah mimpi saat kau mulai bangun dan membuka katup matamu pada pagi hari yang dingin sekaligus begitu menggigit, satu pertanyaan muncul untuk memastikan: “Apakah ini nyata?” Sebentuk siluet dengan bayangan hitam rambut terurai panjang membelah pandangmu, kau kaget. Buru-buru kau buka pintu kamarmu sebelum perempuan itu mengetuk. Saat pintu kamar itu terbuka, perempuan itu tersenyum: sebuah senyum yang mampu mengusap begitu halus pada dinding hati di masa lalu. Tapi tanya yang masih menggantung di benakmu, sebelum kau cubit pipi kananmu untuk memastikan semua itu bukanlah mimpi, tatapan heran dari perempuan itu lebih dulu mengusik tanyamu –apakah ini nyata?. Tiba-tiba...... “Kau tak percaya aku ini nyata?” tanya perempuan itu seolah hendak memastikan kesadaranmu. Kesadaran apa kau masih di ruang mimpi atau sudah beralih ke ruang lebih nyata, lebih pasti. Kau tentu saja masih tak percaya. Berbagai pertanyaan muncul dan berhamburan menyerang ben...

Aku Masih di Sana: Masih Seperti Dulu

Image
Laki-laki dari masa lalunya itu adalah sebuah puisi nostalgia, cinta, tekad, harapan, nada, kebiasaan, dan sabda mimpi-mimpi yang kini telah mulai tertimbun oleh serakan waktu bersamaan dengan mengaratnya besi-besi tua dan kaleng-kaleng bekas. Tapi perempuan itu masih di sana. Masih seperti dulu. Seperti ketika ia mulai menjatuhkan hatinya pada laki-laki itu. Tak ada yang berubah. Masih sama. Ya, puisi itu memang terbilang aneh bila kita katakan sebagai sebuah harapan dan tekad, karena semuanya hanya akan menyisakan romansa melankolis yang begitu dingin dan sepi bila kembali dikenang. Tapi, dia sangat tahu itu. Dan perempuan itu pun terkadang begitu ragu terhadap keyakinannya, melalui puisi tersebut, laki-laki masa lalunya akan menoleh kembali padanya, dan serta menatap kembali kenangan tentang bagaimana cerita cinta mereka dahulu mampu mengilustrasikan mimpi harapan dan tekad dari sebuah puisi. “ Lihat, Sayang, malam ini langit telah menampakkan bulan begitu sempurna di pert...