Ada Yang Hilang, Begitu Dekat, Tepat di Depan jemari-Jemari Kita

Ada yang hilang di tengah masifnya arus informasi ini, tepat di depan jemari-jemari kita, begitu dekat dan kita masih saja berseolah tidak tahu. Padahal, problem-problem kebangsaan mulai merajalela, kerukunan antar umat semakin mengikis, isu primodial mulai memanas, rakyat kecil semakin tertindas. Sedang orang kepercayaan kita yang duduk di gedung DPR sana, masih sibuk dengan perutnya sendiri. Kepentingannya pribadi.

Jujur, ada yang hilang di tengah masifnya arus informasi ini, begitu dekat dan kita masih saja sibuk mencari hastag populer untuk memposting status di Instragram, untuk menambah follower katanya. 

Mungkin benar juga apa yang pernah ditulis oleh Muhammad Al-Fayadl pada tanggal 09 Maret 2017 lalu, di facebook-nya; andaikan saja mahasiswa tak dilenakan oleh seminar-seminar motivasi, tak dilarang membaca buku-buku kritis, dan tak sibuk dengan kegalauan-kegalauan kejombloan asmara yang  bermentalitet borjuis kecil, mungkin akan berbeda ceritanya.

Atau mungkin, kita enggak usah membicarakan problematika kebangsaan atau keumatan, tapi skala lokal yang ada di kampus kita ini, UII. Seperti diskusi yang diadakan oleh Lembaga Eksekutif Universitas pada hari selasa kemarin (23/03/2017), yang mengangkat tema: KM UII Mau dibawa Ke mana?

Dalam tema tersebut, secara tersirat dapat kita tafsirkan bahwa, KM UII mencoba untuk melihat kembali dirinya sendiri untuk menemukan tujuannya. Entah itu nanti sifatnya adalah evolusi, restorasi atau bahkan adalah rekontruksi

Mungkin. Lagi-lagi saya berkemungkinan kembali, adanya diskusi tersebut sebagai perenungan kelembagaan mahasiswa UII atas tragedi kemarin lalu, TGC 37 Mapala UII, yang menurut sedikit kalangan atau banyak kalangan menilai bahwa Lembaga mahasiswa UII kehilangan Student Goverment-nya.  

Eh, malah jawaban dari permasalahan tema tersebut, yang katanya dia adalah pimpinan tertinggi dari KM UII, yang juga malas saya sebut namanya itu, menilai bahwa; tidak ada perubahan yang signifikan dari KM UII, yang katanya juga, ia (KM UII) masih memiliki orientasi yang berbeda-beda. Juga menilai, KM UII hanyalah sebagai keluarga, yang harus dipahami oleh mahasiswa.

Begitu enak dia menilai. Eh, ia, saya lupa, kan manusia memang begitu. Jadi tak salah juga ketika dia menilai seperti itu. Juga berari, tak jadi masalah pula ketika saya hendak menilai balik. Toh kritik itu katanya untuk membangun, kan?

Sebagaimana orang yang sedikit banyak waktu dihabiskan bergelut dalam organisasi. Saya malah jadi berfikir kembali tentang defenisi organisasi, yang katanya masih memiliki orientasi berbeda-beda itu? Bukankah organisasi itu adalah kesatuan (susunan) yang terdiri dari bagian-bagian (orang) untuk tujuan tertentu atau tujuan bersama, bukan berbeda-beda, itu kata KBBI, sih.  

Juga, seperti berpacaran dengan cewek genit, yang ketika berjalan mengeol kekanan kekiri, KM UII harus dipahami, jangan disakitin atau di-PHP-in. Sama seperti lagunya Ada band: Karena wanita ingin dimengerti, KM UII juga ingin dimengerti juga oleh mahasiswa. Aneh. Bener-bener aneh, dan kurang akal. Itu kataku saja, sih.

Benar-benar ada yang hilang ditengah masihnya arus informasi ini, dan Lembaga Mahasiswa masih sibuk dengan program kerja pertandingan futsal-nya, padahal tujuan KM UII ingin menciptakan cendikiawan muslim dan membangun masyarakat madani, seingatku begitu dan juga kalau tidak berubah lagi. Dan juga, setiap 4 November masih sibuk dengan seremonial Slamet Saroyo, padahal pembangun gedung FIAI sampai sekarang masih belum jelas, yang seolah menjawab bahwa tidak akan muncul lagi Slamet Slamet Saroyo yang baru di masa sekarang.

Ada yang hilang, begitu dekat, tepat di depan jemari-jemari kita, yang katanya Mahasiswa adalah Agen of Change, Iron Stock, dan semacamnya itu.

Comments

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

HMI, Alasan Mengapa Aku Menjadi Bagian darinya

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Emansipasi: Kedudukan Wanita dan Laki-Laki

Inuyasha dan Kikyo: Cinta Tak Sampai