Aku, Kalian Dalam Bingkai HMI



HMI, organisasi Himpunan yang telah aku pilih, dan Komiariat FTI UII yang menjadi tempat awalku berproses kini telah berselang sepekan lebih melaksanakan Rapat Anggota (RA). Ada perasaan senang dan bangga ketika mendengar kabar bahwa Komisariat FTI UII kembali melaksakan RA. Tentu senang dan bangga karena Pengurus Komisariat telah mampu melaksanakan pengabdiannya selama satu periode, dan juga akan diganti dengan generasi generasi muda berikutnya.

Sebagai paska struktural pada periode sebelum-belumnya, yang telah berkecimpung di Komisariat selama dua tahun sebagai pengurus, selain ada kesenangan dan kebanggaan, ternyata ada hal lain yang membuatku sedikit kecewa dalam dinamika R.A. Ohh, tidak. Tidak. Aku tidak boleh kecewa. Aku harus memahami. Tidak boleh kecewa.

Dulu ketika menjadi pengurus di Komisariat, seorang kanda yang lebih sangat senior dariku, Emil Ansori, sempat pernah bilang bahwa “Orang besar itu tidak dilahirkan dari kekecawaan, tapi sebagaimana bisa menyiasati dan mengambil hikmah dari kekecewaan itu”. Bahkan kanda-kanda lainnya, seperti mas Ravi, mas Naul dan lainnya sering juga menasehati, yang katanya “Tindakan kecewa hanya menandakan orang itu tidak mampu. Tidak punya inisiatif. Tidak punya kebijaksanaan. Tidak berpengetahuan. Dan orang-orang yang sering kecewa akan tersisih dalam proses menjadi lebih baik”.

Juga sebagaimana perasaan Pengurus dan Kader sekarang, aku juga pernah memiliki rasa kekecewaan ketika berproses di HMI. Apalagi, terkhusus di Komisariat. Banyak. Sangat terhitung banyak sekali. Tapi aku tidak ingin mengumbar kekecawaan. Sebagai kader yang bisa dikatakan berkecukupan tua di Komisariat, yang mencoba berusaha ‘sok bijak’ untuk menasehati yang lebih muda, yakni kalian, adinda adindaku, sudilah kalian mendengar cerita nabiku kali ini, yang juga sama apa yang pernah disampaikan oleh kanda-kanda kita terdahulu di Komisariat.

Karena kita adalah Mahasiswa teknik, yang dituntut berfikir ilmiah dan setiap pernyataan kita haruslah logis sesuai dengan rumus-rumus yang berlaku dalam matakuliah, maka cerita nabinya akan kutulis begini:

Jika proses perkaderan (terutama dinamika R.A) HMI diseumpamakan sebagai rel kereta api dalam sebuah eksperimen Teori Relativiatas Albert Einstein, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur kita sebagai kader dari waktu ke waktu (baik itu di Komisariat, Cabang, PB, serta Lembaga-Lembaga lainnya), adalah cahaya yang melesat-lesat dalam gerbong di atas rel kereta api.

Relativitasnya berupa seberapa banyak kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman proses cahaya yang melesat-lesat itu. Analogi eksperimen itu tak lain, karena kecepatan cahaya bersifat sama dan absolut. Sedang waktu relatifnya tergantung dari kecepatan gerbong itu sendiri. Ini pendapat Albert Einstein dalam rumus termasyhurnya: E=MC2.

Dari analogi eksperimen tersebut menyatakan, pengalaman yang sama dapat menimpa siapa saja dalam proses perkaderan HMI, namun sejauh mana dan secepat apa pengalaman yang sama tadi memberikan pelajaran pada setiap kader hasilnya akan berbeda. Tidak akan sama. Relatif satu sama lain.

Tidak sedikit kader HMI yang panjang pengalamannya tapi tak kunjung belajar dari proses perkaderan HMI, kemudian jatuh pada lubang semut kekecawaan dan gagal berproses di dalamnya. Juga tak jarang pula pengalaman pendek yang diperoleh kader HMI mampu mencerahkan dirinya dalam tujuan proses perkaderan, yaitu menjadi insan ulil albab.

Maka dari itu, adalah menjadi suatu kelayakan bagi kita mengambil pembelajaran dari proses perkaderan HMI, tentu ini menurut penganalogian dari pembelajaran setiap perjalanan di gerbong atas rel kereta api tadi. Jangan juga membawa kekecewaan dalam proses perkaderan tersebut, karena perkaderan HMI seyogyanya adalah dinamis bukan statis, dan karena kedinamisan itulah mengapa ada dialektika yang tidak bisa kita hindari dalam Forum R.A.

Apalagi, kita harus tahu pula bahwa dinamis itu adalah sunnatullah. Sudah menjadi ketetapan hukum-Nya. Takdir. Jika kita tidak menerima kedinamisan itu sebagai sunnatullah-Nya maka jadilah Tuhan, dan rubah ketetapan sunnatullah tersebut. Tapi, sebagai nasehat kalau mau diterima, kalian harus belajar berenang terlebih dahulu, karena Fir'aun mati tenggelam sebelum menjadi Tuhan.

Dari tulisan ini aku hanya ingin mengantar sebuah pesan: Jadilah kita (Kader HMI) sebagai gerbong yang mampu mengambil makna dan hikmah, serta menyeimbangkan kecepatan cahaya yang melesat-lesat dalam pengalaman kita. Sehingga pengalaman itu akan membentuk kita meraih tujuan awal ikut ber-HMI, dan tentunya juga tujuan dari HMI itu sendiri. Karena sekali lagi, apa yang pernah disampaikan oleh kakanda kita di Komisariat FTI UII: Orang besar itu tidak dilahirkan dari kekecawaan, tapi sebagaimana bisa menyiasati dan mengambil hikmah dari kekecewaan itu.

Cukup sekian saja. Ini hanya cerita nabi bukan cerita rosul, apalagi Rojul. Jika ada kekurangan silahkan kalian tambahan sendiri dan jika ada kelebihan maka ambil saja sebagai pengembalian. Karena kebenaran hanya milih Tuhan dan kesalahan adalah perbuatan setan, dan aku cuma meneruskan saja. Terimakasih.

Comments

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

HMI, Alasan Mengapa Aku Menjadi Bagian darinya

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Puisi: Langit Jogja

Satu Paragraf: Wanita dalam Dekapan Imajinasi