Kecabulan Senja: Islam Tanpa Bercinta

Petang belum tiba ketika Laila mengadu hamil ke Andrian. Sedang Andrian masih asik memandangi senja yang menggantung di langit sore, sembari membayangkan senja berwarna keemas-emas dan jingga dengan pikirannya yang cabul: 

Betapa nikmat dan romantisnya bercinta di bawah senja, dimana tubuh yang menyatu dalam gairah, menjadi siluet yang remang sebelum dijemput oleh gelap yang menyedihkan, ucapnya lirih. 

Laila yang mendengar tampak tak percaya dan kaget. 

"Andrian, kau sudah cabul sejak dalam pikiran", kata Laila menjawab kekagetannya dengan kalimat ketus. Tapi, Andrian masih saja diam, tak hiraukan Laila yang datang mengadu hamil. Pikirannya masih melayang pada kala itu, dalam kecabulan senja. Kala jemari-jemari menyapu setiap inci dari bagian tubuh Laila, kemudian mendesah dalam kenikmatan bercinta. Bercinta di bawah senja.

Selain Laila dan Andrian, satu lagi teman mereka, namanya Ridho.
~~~**~~~

Ridho anak dari kepala desa. Anak yang begitu sederhana. Baik secara penampilan maupun perilaku. Kesederhanaannya juga sampai ke impiannya yang juga begitu sederhana. Yakni, menjadi kepala desa untuk meneruskan perjuangan bapaknya menjadikan desanya, Batukoragan, sebagai desa Islam. 

Ridho mengaku sudah Islam sejak pikiran. Lantas dari itulah, Islam sejak pikiran, Ia menganggap bahwa Islam merupakan tawaran yang pas untuk segala macam masalah. Sama seperti halnya Teh Botol Sosro, yang apapun makanannya minumnya tetap Teh Botol Sosro, begitupun dengan Islam, kata Ridho. Tak perlu dibantah dan digugat lagi. Islam adalah solusi dari segala hal.

Ridho sering berpakaian Islami, tidak mempedulikan tempat. Baik di Mall, warung kopi, tempat protitusi dan tempat lainnya. Untuk mendakwahkan Islam secara simbolis, katanya ketika ditanya. Meskipun Laila dan Andrian tahu kalau Ridho selalu mendapatkan nilai 6 dalam pelajaran pendidikan agama Islam dan sering lupa baca doa sebelum makan. Apalagi sesudahnya. Karena, selain kesederhanaan penampilan dan perilakunya, pikiran Ridho juga sederhana.

Sebenarnya, Ridho tidak mengakui Andrian sebagai temannya lagi. Keputusan itu dimaklumatkan Ridho sejak mengetahui Andrian sudah tidak Islam. Atheis. Tidak ada tolerensi bagi orang penyimpang agama, kata Ridho kepada Laila. Memang sempat Ridho mengajak Andrian mengurunkan niatnya untuk kembali ke jalan Tuhan sebelum laknat menimpanya. Tapi ajakan Ridho malah jadi perdebatan sengit di antara keduanya. 

Yang kata Andrian, agama itu mencerahkan. Kecerahannya lewat dari buah pikiran. Tidak sederhana seperti kata Ridho. Dan apa yang dikatakan Ridho, kata Andrian, tak lebih dari pembualan-pembualan agama tanpa pencerahan. Tanpa berpikir. Omong kosong. Hanya orang tak punya pikiran saja yang mau menerima omong kosongnya. 

Laila yang berada di samping mereka hanya bisa diam melihat perdebatan itu.

Mendengar jawaban Andrian, Ridho marah. KeIslaman yang sudah ada sejak dalam pikirannya merasa tersinggung dengan ucapan Andrian, yang dibilang hanya omong kosong. Kepada Laila, Ridho bilang kalau orang yang menyimpang dari Agama itu adalah perbutan kafir. Perbuatan kafir adalah dosa besar dan akan disiksa berat di Neraka. Itu sudah jelas dalam kitab suci dan sudah jadi ketetapan. 

Tambahannya lagi, orang seperti itu Laila, kata Ridho, seperti Andrian, akan membuat keimanan seseorang tergangu, seperti halnya godaan setan. Apalagi teruntuk kamu yang ingin masuk ke agama, bujuk Ridho kepada Laila agar juga sama sepertinya: Tidak lagi berteman dengan Andrian.
~~~**~~~

Sedang Laila anak perempuan polos dan lugu. Usianya tak jauh beda seperti Andrian dan Ridho. Tapi, diusia yang sebentar lagi masuk ke 17 tahun, kepribadian Laila masih saja menyisakan kepolosan dan keluguan yang tak pasti. Sampai ketidakpastian menetukan agamanya sendiri. Hal itu, ketidakpastian agamanya, tak lepas dari keluarganya yang tidak agamis dan juga tidak liberal. 

Bapaknya beragama Budha dan Ibunya beragama Hindu. Mereka, keluarga Laila, tak pernah ambil pusing terhadap masalah agama. Tapi, ketika ditanya masalah agama, mereka menjawab sambil mengeluarkan KTP. Ini agama saya, kata mereka. Yang membuktikan meski tidak agamis, tapi mereka juga punya agama sama seperti yang lain.

Kakak Laila, Anggana, memutuskan mengikuti agama seperti ibunya, Hindu. Hanya dikarenakan ketidaksenangan pada Bapaknya. Ketidaksenangan karena bapaknya melarang Anggana berpacaran dengan Pamasa ketika kuliah. Itulah alasan Kakak perempuan Laila mengambil Hindu sebagai agamanya. 

Sedang Adik laki-lakinya, yang baru kelas 2 SMP, ketika Laila tanya mau masuk agama apa dijawab dengan tak kalah simpel dan pragmatisnya daripada kakak perempuannya. Mau masuk Budha saja, Kak. Karena bapak baik dan mau membelikan saya motor sebagai hadiah ulang tahunku, kata Adik laki-lakinya.

Kenyataan aneh yang ditemui Laila pada kedua orang tuanya dan keputusan pragmatis kedua saudaranya dalam memilih agama, membuat Laila bingung mau memutuskan agama apa. Alasannya, pikir Laila, pertama bapaknya tidak pernah melarangnya berpacaran dengan siapa pun, karena memang Ia belum pernah pacaran. 

Kedua, kata Laila, Ia tidak pernah mendapat kado ulang tahun dari bapaknya. Begitupun juga dengan Ibunya. Jadi aku harus memilih Agama apa? Pikir Laila, yang sebentar lagi Laila tahu akan membuat KTP. Dan membuat KTP, Laila harus mengisi formulir yang dimana harus mencantumkan indentitas agamanya juga. Laila pun bingung dengan kepolosan dan keluguannya.

Karena bingung, Laila sempat berkeinginan berbagi cerita ke Andrian, sebelum Laila sadar kalau Andrian sudah mengaku atheis sejak pikiran. Akhirnya kepada Ridho Laila berbagi cerita. Berbagi cerita di bawah senja. Dimana langit tampak berwarna keemas-emasan dalam balutan jingga.
~~~**~~~

Kepada Laila, Ridho tahu kalau Laila menaruh hati kepada Andrian. Andrian tahu kalau Ridho juga menaruh hati ke Laila, tapi sayang kata Ridho kepada Andrian, Laila tidak Islam. Andai saja, kata Ridho, Laila beragama Islam maka kujadian istriku. Tapi tanpa sepengetahuan Ridho, ternyata Andrian juga sama menaruh hati ke Laila. 

Sedang Laila tidak tahu kalau kedua temannya, Ridho dan Andrian, menaruh hati kepada dia. Yang Laila tahu, Ia menaruh hati ke Andrian. Tentu tanpa sepengetahuan Andrian. Hanya Ridho yang tahu. Dalam ketahuan dan ketidaktahuan masing-masing penaruh-hatian mereka, Ridho, Andrian dan Laila, mereka terlibat cinta tiga segi dalam pertemanan. 
~~~**~~~

Andrian yang mengaku atheis sejak pikiran, pernah menjadi santri di salah satu Pondok Pesantren Salafiyah Jombang. Bapaknya yang merupakan Kiyai kampung, bersahaja dan dihormati, sempat berkeinginan gila melihat tingkah laku anaknya, Andrian. Bapaknya juga pernah meminta Andrian untuk segera bertaubat dan kembali menbaca Syahadat. Tapi Andrian tidak mau. 

Andrian tetap bersikekeh terhadap ke-atheis-an yang diyakininya. Seyakin, keyakinan Ridho untuk mewujudkan impian sederhananya, menjadikan Batukoragan menjadi desa Islam. Karena bagi Andrian, keberadaan Tuhan itu tidak logis. Tidak saintifik. Jadi tidak ada Tuhan, dan keberadaan Tuhan hanya diada-adakan oleh pikiran kosong manusia, kata Andrian kepada bapaknya suatu ketika. Bapaknya pun menyerah, dan menyebut Andrian anak durhaka.

Sebelum memutuskan atheis, Andrian anak yang pendiam, tidak pemberontak dan taat beragama. Rajin sholat lima waktu dan tak lupa mendoakan kedua orang tuanya masuk surga. Berbeda dengan ke-Islam-an Ridho, Andrian tak pernah melupakan doa sebelum makan maupun sesudahnya. Nilai pendidikan agamanya pun tinggi dan selalu menjadi yang tertinggi daripada siswa lainnya. Guru agamanya menyebut Andrian ustad muda. 

Keatheisan Andrian, usut punya usut, ternyata bermula ketika Ia menjadi santri di Pondok. Meskipun Andrian terbilang santri yang cukup pandai, terutama di ilmu mantiq (Logika) dan baca kitab kuning, tapi tetap tak bisa melepaskan keresahan para Kiyai dan Ustad-Ustad di Pondok. 

Entah alasan apa yang menyebabkan Andrian dibilang murtad. Ridho bilang karena Andrian bodoh. Kiyainya bilang karena Andrian terlalu berfikir rasional. Ustadnya bilang karena Andrian terjebak dalam genjutsu iblis. Bapaknya bilang tidak tahu. Laila bilang hanya Andrian dan Tuhan saja yang tahu kenapa Andrian murtad. Kalau kata Andrian hanya dirinya saja yang tahu. Tuhan Enggak. 

Anehnya, meskipun Andrian pernah hidup di lingkungan Pondok yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai ke-atheis-annya. Tapi, Andrian tidak pernah mengajak, atau berdakwa ke santri lain untuk meniadakan Tuhan. Tidak. Andrian tidak seperti itu. Tampaknya, Andrian tahu betul tentang urgensi dari betapa nikamatnya hidup berdampingan dengan bercover toleransi. 

Hingga kemudian hari, para Kiyai dan Ustad di pondoknya tahu kalau, Andrian punya nilai-nilai yang bertentangan terhadap nilai-nilai dasar yang diajarkan di Pondok. Akhirnya Andrian dikeluarkan secara paksa dari Pondok. Saat mendengar kabar itulah, Andrian dikeluarkan dari pondok karena atheis, bapaknya sempat berkeinginan gila.
~~~**~~~

Laila yang mendengar kabar ke-atheis-an Andrian dari Maimunah, sepupunya, kaget, dan berkata: 

Enggak habis pikir aku dengan pikiran Andrian. Aku yang masih bingung mencari agama. Eh, Ia yang sudah enak-enak punya agama malah ditinggalin. Apa dikira mudah menjadi atheis di negeri yang ber-Tuhan ini? Yang harus berpura-pura memiliki agama supaya bisa membuat KTP, bisa kerja, dan harus sok-sok-an suci agar dipandang sebagai menantu harapan mertua. Aneh.

Sedang Ridho mengetahui Andrian atheis muntab, sembari mumbujuk Laila untuk tidak lagi menghiraukan dan berteman dengan Andrian. Tentu untuk konspirasi hatinya sendiri.
~~~**~~~

Senja belum tiba ketika Ridho menuju Ladang di balik bukit Desa Batukoragan. Seperti halnya Andrian, Ridho juga terkesima dengan keindahan senja. Saat Ridho duduk di balik bukit menunggu datangnya senja, Laila tiba-tiba muncul di belakangnya. Ingin berbagi cerita, kata Laila ketika Ridho menanya ada apa. 

Tentu berbagi kebingungan cerita Laila dalam menentukan agamanya, yang sebentar lagi Ia akan membuat KTP. Laila yang kala itu berpakaian cukup mengundang gairah, dimana hanya mengenakan celena pendek dan berbaju terbuka, membuat Ridho bingung dan menahan nafsu, serta beberapa kali menyebut nama Tuhan untuk meminta perlindungan. 

Aku harus menahan, ini godaan setan, kata Ridho melirih. Namun, tatkala Laila berbalik badan melihat suara aneh di balik semak-sema, malah memperlihatkan bagian leher belakang Laila yang putih dan jenjang, dan begitu menggairahkan bagi nafsu Ridho. 

Ridho yang sudah tidak mampu membendung luapan hasrat, seketika menarik tubuh Laila menuju pandangan matanya. Ridho menatap dan mencari sepintas keyakinan kepada Laila. Sepintas keyakinan bahwa Laila bisa menentukan agama yang sama dengan Ridho. Tentu saja ketika agama mereka sudah sama, kata Ridho, maka menjadikan Laila sebagai Istrinya juga terbuka. Tapi dengan cara apa, pikir Ridho untuk menyakini Laila. 

Bercinta di bawah senja, sepintas pikiran sederhana Ridho muncul.

Sedang Andrian masih bersembunyi di balik semak-semak. Sembari memperhatikan kedua temannya, Ridho dan Laila, yang terbuai dalam gairah cinta di bawah senja. Dimana jemari-jemari Ridho menyapu secara perlahan disetiap inci bagian tubuh Laila. Membuat Laila hanya bisa mendesah dalam sapuan jemari-jemari itu, dan tentu saja merasakan kenikmatan bercinta di bawah senja. Ridho pun juga. 

Di bawah senja berwarna keemas-emasan dan jingga, tubuh mereka yang menyatu dalam gairah menjadi siluet yang remang. Mereka begitu menikmati setiap penyatuan ketika tubuh mereka bertemu, dan meromantis percintaan mereka dalam kecabulan senja. 

Meski aku atheis, kata Andrian di balik semak-semak, yang tidak bisa berjanji ke Tuhan untuk tetap istiqomah terhadap ke-atheis-anku. Tapi, aku berjanji ketika disuruh memilih agama. Aku akan memilih agama tanpa bercinta. Apalagi Islam. Islam tanpa bercinta. 

Comments

Postingan Populer

Belajar dari Cu Pat Kay: Siluman Babi Yang Dihukum 1000 Kali Penderitaan Cinta

HMI, Alasan Mengapa Aku Menjadi Bagian darinya

Contoh Membuat TOR yang Baik dan Benar

Satu Paragraf: Wanita dalam Dekapan Imajinasi

Pulang, Karya Leila S. CHudori